Rabu, 28 September 2011

Sulit Hamil Akibat Nyeri Haid

GATRA.com - Dokter spesialis kandungan, dr Aswin W. Sastrowardoyo,SpOG mengatakan, nyeri haid yang menyertai menstruasi akibat kelainan endometriosis yang dapat menyebabkan kesulitan hamil dapat disembuhkan dengan `laparoskopi` atau operasi menggunakan teropong dan pembakaran `kauter` atau listrik.

Aswin di Samarinda, Selasa mengatakan, nyeri seperti tusukan pada perut yang dirasakan wanita sebelum dan setelah masa menstruasi berlangsung, terjadi akibat letak lapisan endometriosis atau lapisan haid yang seharusnya berada di dinding terdalam rahim berada di luar rahim.

"Endometriosis yang seharusnya berada di dinding rahim justru berada di tempat yang salah, yaitu pada otot rahim, indung telur, dinding panggul, bahkan lebih jauh lagi bisa mencapai paru-paru dan otak," katanya.

Ia menjelaskan, pada saat menstruasi, lapisan endometriosis di rahim akan ke luar menjadi darah, kelenjar dan pembuluh darah atau disebut darah kotor, demikian juga endometriosis yang berada di tempat yang salah.

Endometriosis yang berada di rahim, lanjutnya, dapat dikeluarkan langsung dari rahim, sedangkan darah, kelenjar dan pembuluh darah yang dikeluarkan oleh endometriosis di luar rahim, misalnya di indung telur, akan menyebabkan darah mengumpul di tempat yang salah, bahkan membentuk benjolan berisi cairan darah haid atau `kista coklat`.

Ia mencontohkan, darah haid yang dikeluarkan endometriosis yang terdapat di paru-paru menyebabkan batuk disertai darah, di otak menyebabkan sakit kepala, di usus menyebabkan darah ke luar bersama kotoran sisa makanan dan endometriosis di otak menyebabkan pasien akan sering mengalami sakit kepala.

Aswin mengatakan, tubuh akan merespon darah haid tersebut sebagai zat asing dan membentuk antibodi yang terdiri atas sel darah putih untuk memerangi dan melindungi tubuh dari zat asing yang direspon sebagai kuman tersebut.

Akibatnya, tambahnya, akan terjadi pelengketan kuat, terjadi bercak coklat akibat darah haid, bahkan akan terbentuk kista coklat pada indung telur yang dapat menyebabkan saluran telur buntu sehingga sperma tidak bisa masuk.

Laparotomi

"Selain `laparoskopi` dengan membakar mengunakan listrik atau mengangkat kista coklat, cara lain yang dapat dilakukan untuk membuang selaput akibat pelengketan sel darah putih ke indung telur atau menghilangkan kista coklat adalah `laparotomi` atau operasi dengan pembedahan di perut," kata dr Aswin.

Guna mengantisipasi tumbuhnya endometriosis di tempat yang salah, katanya, setelah operasi, dokter akan merekomdasikan sejumlah obat berupa pil atau tablet untuk dikonsumsi dan obat berupa cairan yang harus disuntikkan yang diberikan selama tiga sampai enam bulan.

Ia menambahkan, selama masa pengobatan tersebut pasien jangan panik karena masa haid pasien akan berkurang bahkan berhenti.

Sering ditemukan

Menurut dr Aswin, kasus nyeri haid endometriosis sudah ada sejak dulu, namun saat ini kasus tersebut lebih sering ditemukan. Angka kejadian sulit dipastikan karena awalnya penyakit ini terjadi tanpa gejala atau umumnya pasien mengira nyeri haid yang dialaminya adalah sesuatu yang wajar.

"Mungkin kencederungan menunda kelahiran atau gaya hidup yang semakin modern justru menyebabkan kasus nyeri haid endometriosis sering ditemukan," katanya.

Dengan adanya kehamilan, katanya, wanita tidak mengalami masa menstruasi karena pada rahim tidak terbentuk endometriosis sehingga kasus tersebut dapat berkurang bahkan hilang.

Dikemukakan, keluarga yang memiliki bakat endometriosis kemungkinan besar akan terjadi pada anak perempuan generasi berikutnya.

"Sedangkan endometriosis yang menyerang salah seorang anak `kembar indung telur` atau memiliki wajah sama persis, maka saudara kembarnya yang lain akan mengalami kemungkinan terserang gejala yang sama sekitar 75 persen," demikian dr Aswin.



Perempuan dan Kemiskinan di Bangladesh


Bangladesh adalah negara dengan 132 juta penduduk dan merupakan negara berpenduduk terpadat nomor 8 di dunia. Negara yang baru 33 tahun merdeka ini memiliki pendapatan 380 US$ pertahun. Bangladesh juga disebut sebagai ‘simbol kemiskinan Asia’ sehingga pakar kemiskinan di seluruh dunia mungkin tidak akan dapat disebut pakar jika belum mempelajari masalah kemiskinan di Bangsladesh.

Sejak abad ke-12 hingga 13, Bangladesh berada di bawah kekuasaan kerajaan Hindu atau Budha. Kemudian, pada abad ke-13, pengaruh Islam masuk ke wilayah ini, sehingga mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Pada tahun 1757, Inggris menjajah anak benua India, termasuk Bangladesh. Ketika Inggris angkat kaki dari kawasan itu, pada tahun 1947 berdirilah negara Islam Pakistan, yang wilayahnya juga meliputi Bangladesh. Namun, pada tahun 1971, Bangladesh memisahkan diri dan menjadi negara yang independen.

Dari 132 juta penduduk, 90% populasi Bangladesh beragama Islam, dan sisanya Hindu, Budha, dan Kristen. Kondisi penduduk Bangladesh yang sebagian besarnya miskin dan perekonomian negara yang lemah, membuat negara ini menjadi wilayah yang rentan konflik dan rentan akan masalah kemiskinan. Apalagi dengan melihat penduduk Bangladesh yang kebanyakan berada di daerah pegunungan dan bersuku-suku yang membuat komunikasi dan akses informasi menjadi lebih sulit.

Di sebagian masyarakat Bangladesh, perempuan sering dianjurkan untuk memulai keluarga pada usia muda (pernikahan dini), sehingga proporsi perempuan yang melahirkan anak pada usia 18 tahun di Bangladesh adalah 50% dari total jumlah perempuan produktif di Bangladesh. Jika dibandingkan dengan negara di Amerika Latin dan Karibia, jumlah perempuan yang melahirkan di dua negara tersebut hanya sekitar 12-28% perempuan dari total jumlah perempuan. Anjuran ini pula yang membuat perempuan Bangladesh sering terhimpit pada masalah keluarga, masalah nafkah dan kemiskinan.


Berawal dari kepercayaan kepada orang miskin


Apakah orang miskin dapat dipercaya? Bukankah akibat terdesak akan kemiskinannya, mereka akan mudah “tergelincir” melakukan hal yang menguntungkan mereka sendiri dan bersifat jangka pendek? Benarkah pertanyaan itu?

Pertanyaan yang seperti meragukan orang miskin ini mungkin tidak patut dipertanyakan kepada orang miskin di Bangladesh. Bangladesh adalah sebuah negara yang miskin, tapi menyimpan “mutiara”. Kepercayaan pada orang miskin itulah cikal bakal munculnya “mutiara” itu.

Pemerintah Bangladesh mencoba memberikan kepercayaan besar kepada orang miskin untuk mengelola pinjaman dari pemerintah, pinjaman tersebut dikelola oleh bank pemerintah. Padahal di penjuru dunia, lembaga keuangan hanya melayani mereka yang dianggap memenuhi syarat bank. Misalnya mereka yang memiliki (jaminan fisik), dll. Seandainya mempunyai usaha, mereka pun harus memiliki badan hukum, laporan keuangan, mampu membuat proposal dan rencana bisnis.

Dijamin, meski orang miskin mempunyai usaha yang berpotensi di masa akan datang, mereka tentunya akan segera tercoret akibat berbagai kriteria tadi. Orang miskin, lalu dianggap tak layak dilayani bank. Oleh karena itu tak mengherankan, rakyat miskin selalu tersingkir dan semakin tersingkir.

Menggambarkan situasi yang ada, ilustrasi dari CGAP (Consultative Group to Assist the Poorest) dari Bank Dunia sangatlah tepat. Water, water everywhere but no drop for a drink, artinya meski uang (capital) begitu banyak (di bank), namun tak mampu dijangkau orang miskin. Teriris benar hati ini bila tiba-tiba mengingat situasi Indonesia, dimana kredit bank saja harus dibayar secara mahal oleh rakyat sebanyak Rp 650 trilyun, namun mereka tak menikmati apa yang dibayar mahal itu.

Realitas rakyat miskin seperti di Indonesia tadi tidaklah terjadi di Bangladesh. Negara tersebut merupakan satu-satunya di dunia, dimana 75% penduduk miskinnya mendapat pelayanan keuangan dari lembaga keuangan, baik bank maupun non bank. Tingkat pengembalian pinjaman sekitar 14 juta keluarga miskin itu juga menakjubkan, meski dengan bunga komersial dan tanpa jaminan atau pun berbagai persyaratan rumit lain. Untuk lembaga keuangan kecil sekitar 98% dan lembaga keuangan besar sebesar 99,5% dikembalikan pada waktunya (bank di Indonesia pun sulit menyamainya).

Melalui proses tersebut di atas, hal yang impossible menjadi possible. Setelah mendapat pelayanan keuangan, berbagai usaha rakyat miskin yang kecil-kecil namun massif menjadi berkembang. Grameen Bank yang mulai merintis pelayanan keuangan pada rakyat miskin itu, terutama kepada para perempuan miskin, kini kliennya mencapai 3,2 juta keluarga miskin. Dari penelitian yang dilakukan, dilaporkan 42% keluarga yang dilayani telah keluar dari kemiskinan (2001).

Akibat pengalaman keberhasilan dalam pelayanan keuangan pada rakyat miskin itu, Bangladesh lalu dikenal sebagai motherland of microfinance (ibu dari usaha kecil) yang sering juga disebut banking the unbankable (bank yang tidak memberlakukan syarat-syarat bank). Berbagai model pelayanan keuangan pada masyarakat miskin dari Bangladesh ini, telah direplikasikan pada sekitar 40 negara (Asia Pasifik, Afrika, Amerika Latin dan Eropa).

Keberhasilan Bangladesh mengembangkan pelayanan keuangan bagi masyarakat miskin tak bisa dilepaskan dari peran seorang intelektual, yaitu Profesor Muhammad Yunus. Beliau adalah seorang guru besar ekonomi yang tergoncang hatinya menyaksikan kelaparan yang menelan jutaan korban meninggal di Bangladesh pada tahun 1974.

Tentu apa yang didapatkan Profesor Yunus tidaklah datang dari langit begitu saja. Beliau terjun ke bawah, terlibat dan mencoba memahami karakteristik masyarakat. Melalui action research, tokoh intelektual tersebut lalu merumuskan konsep-konsep pengembangan masyarakat. Tak sampai di situ saja, beliau juga meyakinkan pihak pemerintah, lembaga keuangan, dan lembaga (donor) internasional.

Usaha dari Profesor Yunus tidaklah sia-sia, lalu berdirilah Grameen Bank. Lembaga keuangan tersebut khusus melayani rakyat miskin (perempuan) dan sangat terkenal di dunia. Bahkan, akhirnya didirikan pula semacam wholesale fund yang dinamakan Grameen Trust, untuk mendukung Grameen Bank di seluruh dunia. Hingga kini 113 organisasi di berbagai negara telah didukung, total pinjaman yang diberikan untuk masyarakat miskin, telah mencapai US $ 374 juta (Rp 3,2 trilyun).

Kepercayaan Pemerintah kepada perempuan


Titik tolak yang menjadi paradigma berpikir pelayanan keuangan kepada perempuan miskin di Bangladesh adalah kepercayaan pemerintah kepada perempuan miskin itu sendiri. Pemerintah juga tidak pernah membedakan apakah yang mengajukan permohonan ke bank adalah perempuan atau laki-laki. Dengan kepercayaan tersebut dan dengan memahami kelebihan berikut kekurangannya, masyarakat miskin Bangladesh, terutama para perempuan miskin dilayani sesuai karakteristiknya sehingga mereka dapat berkembang. Peran pemerintah yang utama dalam hal ini adalah mengakui keberadaan lembaga keuangan mikro yang dikelola oleh perempuan dan memberikan keleluasaan pada lembaga tersebut untuk beraktivitas.

Dari pengalaman di Bangladesh tersebut, Indonesia sesungguhnya dapat meniru cara pemerataan kesejahteraan ekonomi yang dilakukan pemerintah Bangladesh melalui sistem bank rakyat dan usaha mikro kreditnya. Di samping itu pemerintah pun harus menyadari bahwa kemiskinan dan pengangguran tidak seharusnya menjadi momok, akan tetapi menjadi tantangan untuk dapat semakin mengembangkan diri dan mengentaskan kemiskina secara bersama-sama.


Perbincangan Kecil

MENYOAL ENDOMETRIOSIS

Beberapa waktu lalu saya ketemu dengan seorang teman lama. Kami berbincang tentang berbagai macam hal, sebelum kemudian sampai pada topik yang bernama 'endometriosis'.

Tanpa kuminta, ia kemudian bercerita panjang-lebar tentang pengalaman pribadinya tentang bawaan menyebalkan yang satu itu. Aku sendiri sempat kaget. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa ia yang selama ini kuanggap sebagai perempuan yang 'baik-baik' saja itu ternyata mengidap salah satu kelainan yang pada dasarnya menjadi kelainan banyak perempuan usia subur di muka bumi ini plus berbagai macam ekses yang ditimbulkannya.

Maka kamipun berbincang tentang kelainan hormonal tersebut. Perbincangan lebih fokus pada bagaimana membuat banyak orang lebih mengenal bawaan tersebut dan mampu melakukan tindakan-tindakan minimal yang mampu menekan berbagai macam ekses yang ditimbulkannya. Karena, konon, bawaan tersebut telah membuat tidak sedikit perempuan di berbagai belahan bumi diperlakukan secara tidak adil bahkan kejam tanpa sempat melakukan pembelaan.

Perbincangan sempat mentok pada tidak cukup adanya sumberdaya yang memungkinkan kami bisa melakukan tindakan seminimal apapun. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana membuat blog ini bisa lebih manfaat bagi siapapun yang membacanya.

Adakah sampeyan memiliki gagasan yang bisa membantu kami (dan tentu saja perempuan pengidap kelainan hormonal itu di manapun mereka berada)?